Jerome
S. Bruner dalam teorinya menyatakan bahwa :
a.
Belajar matematika akan lebih berhasil
jika proses pengajaran di arahkan kepada konsep-konsep dan struktur-struktur
yang terbuat dalam pokok bahasan yang di ajarkan, di samping hubungan yang
terkait antara konsep-konsep dan struktur-struktur. Dengan mengenal konsep dan
sruktur yang tercakup dala bahan yang
sedang di bicarakan, anak akan memahami materi yang harus di kuasainya
itu. Ini menunjukkan bahwa materi yang mempunyai suatu pola atau struktur
tertentu akan lebih mudah di pahami dan di ingat anak.
b.
Proses belajar anak sebaiknya diberi
kesempatan untuk memanipulasi benda-benda (alat peraga). Melaui alat peraga
yang ditelitinya itu, anak akan melihat langsung bagaimana keteraturan dan pola
struktur yang terdapat dalam benda yang sedang di perhatikanya itu. Keteraturan
tersebut kemudian oleh anak dihubungkan dengan keterangan intuitif yang telah
melekat pada dirinya. Dengan memanipilasi alat-alat peraga, siswa dapat belajar
melaui keaktifanya.
c.
Belajar merupakan suatu proses aktif
yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar (melebihi)
informasi yang di berikan pada dirinya.
v Ada
dua bagian yang penting dari teori Bruner, yaitu :
1.
Tahap-tahap dalam proses belajar.
2.
Teorema-teorema tentang cara belajar dan
mengajar matematika.
vPenjelasan
tentang kedua bagian tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Tahap-tahap dalam proses belajar.
Menurut Bruner, jika seseorang
mempelajari suatu pengetahuan (misalnya mempelajari suatu konsep matematika),
pengetahuan itu perlu dipelajari dalam tahap-tahap tertentu, agar pengetahuan
itu dapat di internalisasi dalam pikiran (struktur kognitif) orang tersebut.
Proses internalisasi akan terjadi secara sungguh-sungguh (yang berarti proses
belajar terjadi secara optimal) jika pengetauan yang dipeajari itu dipelajari
dalam tiga tahap, yang macamnya dan urutanya adalah sebagai berikut :
a. Tahap
Enaktif
Yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahun
dimana pengetahuan itu dipelajari secara aktif, dengan menggunakan benda-benda
konkrit atau menggunakan situasi yang nyata.
b. Tahap
Ikonik
Yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu
pengetahuan dimana pengetahuan itu direpresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk
bayangan visual (visual imagery), gambar, atau piagam, yang menggambarkan
kegiatan konkrit atau situasi konkrit yag terdapat pada tahap inaktif tersebut
diatas.
c. Tahap
Simbolik
Yaitu suatau tahap pembelajaran dimna
pengetahuan itu direpresentasikan dalam bentuk simbul-simbul abstrak (Abstract
symbols yaitu symbol-simbol arbiter yang dipakai berdasarkan kesepakatan
orang-orang dalam yang bersangkutan), baik simbol-simbol verbal (misalnya
huruf-huruf, kata-kata, kalimat-kalimat) lambing-lambang matematika, maupun
lambing-lambang abstrak lainnya.
Menurut Bruner, proses belajar akan
berlangsung secara optimal jika proses pembelajaran diawali dengan tahap
enaktif, siswa beralih ke kegiatan belajar tahap kedua, yaitu tahap belajar
dengan menggunakan modus representasi ikonik, dan selanjutnya, kegiatan belajar
itu diteruskan dengan kegiatan belajar tahap ketiga yaitu tahap belajar dengan
menggunakan modus representasi simbolik.
Di SMP/SLTP, dalam mempelajari irisan dua
himpunan, siswa dapat mempelajari konsep tersebut dengan mula-mula menggunakan
contoh nyata (kongkrit), misalnya dengan mengumpulkan data tentang siswa-siswa
yang pergi kesekolah dengan naik sepeda dan siswa-siswa yang menyukai olah raga
basket (sebagai contoh), dan kemudian menentukan siswa-siswa yang pergi
kesekolah dengan naik sepeda dan menyukai olah raga basket. Keadaan itu
kemudian digambarkan dengan diagaram venn. Selanjutnya, irisan dua himpunan
dapat didefinisikan secara simbolik (dengan lambang-lambang), baik dengan
lambang-lambang verbal (kata-kata, kalimat-kalimat) maupun dengan
lambing-lambang matematika (dalam hal ini notasi pembentuk himpunan).
2.
Teorema-teorema tentang cara belajar dan
mengajar matematika.
Menurut Bruner ada empat prinsip-prinsip
tentang cara belajar dan mengajar matematika yang disebut teorema. Keempat
teorema tersebut adalah teorema penyusunan (Construction theorem), teorema
notasi (Notation theorem), teorema kekontrasan dan keanekaragaman (Contras and
variation theorem), teorema pengaitan (Connectifity theorem).
a. Teorema
penyusunan (Construction theorem)
Teorema ini menyatakan bahwa bagi anak
cara yang paling baik untuk belajar konsep dan prinsip dalam matematika adalah
dengan melakukan penyusunan representasinya. Pada permulaan belajar konsep
pengetian akan menjadi lebih melekat apabila kegiatan yang menunjukkan
representasi konsep itu dilakukan oleh siwa sendiri.
Dalam proses perumusan dan penyusunan
ide-ide, apabila anak disertai dengan bantuan benda-benda kongkrit mereka lebih
mudah mengingat ide-ide tersebut. Dengan demikian, anak lebih mudah menerapkan
ide dalam situasi nyata secara cepat. Dalam hal ini ingatan diperoleh bukan
karena penguatan, akan tetapi pengertian yang menyebabkan ingatan itu dapat
dicapai. Sedangkan pengertian itu dapat dicapai karena anak memanipulasi
benda-benda kongkrit. Oleh karena itu pada permulaan belajar, pengertian itu
dapat dicapai oleh anak bergantung pada aktivitas-aktivitas yang menggunakan
benda-benda konkrit.
Misalnya contoh untuk memahami sebuah konsep
penjumlahan dari bentuk aljabar 4a + 2a = 6a siswa dapat memisalkan bahwa
variabel dari bilangan tersebut adalah diambil dari sebuah nama mainan
anak-anak (misalnya kelereng), maka anak-anak akan memhami konsep penjumlahan
dengan pengertian yang mendalam.
b. Teorema
notasi (Notation theorem)
Teorema notasi mengungkapkan bahwa dalam
penyajian konsep, notasi memegang peranan penting. Notasi yang digunakan dalam
menyatakan sebuah konsep tertentu harus disesuaikan dengan tahap perkembangan
kognitif siswa. Ini berarti untuk menyatakan sebuah rumus misalnya, maka
notasinya harus dapat dipahami oleh anak, tidak rumit dan mudah dimengerti.
Sebagai contoh untuk tingkat siswa SMP/SLTP notasi fungsi dituliskan y = 2x + 3.
Notasi yang diberikan tahap demi tahap
ini sifatnya berurutan dari yang paling sederhana sampai yang paling sulit.
Urutan penggunaan notasi disesuaikan dengan
tingkat perkembangan kognitif anak.
c. Teorema
kekontrasan dan keanekaragaman (Contras and variation theorem)
Dalam teorema ini dinyatakan bahwa dalam
mengubah dari representasi konkrit menuju representasi yang lebih abstrak suatu
konsep dalam matematika, dilakukan dengan kegiatan pengontrasan keanekaragaman.
Artinya agar suatu konsep yang akan dikenalkan pada anak mudah dimengerti,
konsep tersebut disajikan dengan mengontraskan dengan konsep-konsep lainya dan
konsep tersebut disajikan dengan
beranekaragam contoh. Dengan demikian anak dapat memahami dengan mudah
karakteristik konsep yang diberikan tersebut. Untuk menyampaikan suatu konsep
dengan cara mengontraskan dapat dilakukan dengan menerangkan contoh dan bukan
contoh.
Sebagai contoh untuk menyampaikan konsep
bilangan ganjil pada anak diberikan padanya bermacam-macam bilangan, seperti
bilangan ganjil, bilangan genap, bilangan prima, dan bilangan lainya selain
bilangan ganjil. Kemudian siswa diminta untuk menunjukkan bilangan-bilangan
yang termasuk contoh bilangan ganjil dan contoh bukan bilangan ganjil.
Dengan contoh yang beranekaragam, kita
dapat menanamkan suatu konsep dengan lebih baik dari pada hanya contoh-contoh
soal yang sejenis saja. Dengan keanekaragaman contoh yang diberikan siswa dapat
mengenal dengan jelas karakteristik konsep yang diberikan kepadanya. Misalnya,
dalam pembelajaran konsep persegi panjang, persegi panjang sebaiknya
ditampilkan dengan berbagai contoh yang bervariasi, misalnya ada persegi
panjang yang posisinya bervariasi (ada yang kedua sisinya yang berhadapan
terletak horizontal dan dua sisi yang lainya vertikal, ada yang posisinya
miring, dan sebagainya).
d. Teorema
pengaitan (Connectifity theorem)
Teorema ini menyatakan bahwa dalam
matematika antara satu konsep dengan konsep lainya terdapat hubungan yang erat,
bukan saja dari segi isi, namun juga dari segi rumus-rumus yang digunakan.
Materi yang satu mungkin merupakan prasyarat bagi yang lainya, atau suatu
konsep tertentu diperlukan untuk menjelaskan konsep lainnya. Misalnya pada
operasi hitung bentuk aljabar diperlukan untuk menentukan dan memahami persamaan
linear yang isinya saling berkaitan, yaitu ada variabel dan konstanta.
Guru harus dapat menjelaskan
kaitan-kaitan tersebut pada siswa. Hal ini penting agar siswa dalam belajar
matematika lebih berhasil. Dengan melihat kaitan-kaitan itu diharapkan siswa
tidak beranggapan bahwa cabang-cabang dalam matematika itu sendiri berdiri
sendiri-sendiri tanpa keterkaitan satu sama lainya.
Perlu dijelaskan bahwa keempat teorema
tersebut diatas tidak dimaksudkan untuk diterapkan satu persatu dengan urutan seperti
atas. Dalam penerapannya, dua teorema atau lebih dapat diterapkan secara
bersamaan dalam proses pembelajaran suatu materi matematika tertentu. Hal
tersebut bergantung pada karakteristik dari materi atau topik matematika yang
dipelajari dan karakteristik dari siswa yang belajar.
v Belajar
Penemuan
Salah satu model instruksional kognitif
yang sangat berpengaruh ialah model dari Jerome Bruner (1966) yang dikenal
dengan nama belajar penemuan (discovery learning). Bruner menganggap, bahwa
belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia,
dan dengan sendirianya memberikan hasil yang paling baik. Berusaha sendiri
untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya
menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna (yaitu kegiatan belajar
dengan pemahaman).
Bruner menyarankan agar siswa-siswa
hendaknya belajar melaui berpartisipasi secara aktif dengan konsep-konsep dan
prinsip-prinip, agar mereka di anjurkan
untuk memperoleh pengalaman, dan melakukan eksperimen-eksperimen yang
mengizinkan mereka untuk menemukan prinsip-prinsip itu sendiri.
Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar
penemuan menunjukkan beberapa kebaikan, diantaranya :
1. Pengetahuan
itu bertahan lama atau lama dapat diingat, atau lebih mudah diingat, bila
dibandingkan dengan pengetahuan yang dipelajari dengan cara-cara lain.
2. Hasil
belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik dari pada hasil
belajar lainya. Dengan kata lain, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang
dijadikan milik kognitif seseorang lebih mudah diterapakan pada situasi-situasi
baru.
3. Secara
menyeluruh belajar penemuan miningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk
berfikir secara bebas. Secara khusus belajar penemuan melatih
keterampilan-keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah
tanpa pertolongan orang lain.
Selanjudnya dikemukakan, bahwa belajar
penemuan membangkitkan keingintahuan siswa, member motivasi untuk bekerja terus
sampai menemukan jawaban-jawaban. Lagi pula pendekatan ini dapat mengajarkan
keterampilan-keterampilan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain, dan
meminta para siswa untuk menganalisis dan memanipulasi informasi, tidak hanya
menerima saja.
Bruner menyadari, bahwa belajar penemuan
yang murni memerlukan waktu, karena itu dalam bukunya “The Relevance of
Education” (1971), ia menyarankan agar penggunaan belajar penemuan ini hanya
diterapkan sampai batas-batas tertentu, yaitu dengan mengarahkannya pada
struktur bidang studi. Struktur suatu bidang studi terutama diberikan oleh
konsep-konsep dasar dan prinsip-prinsip dan bidang studi itu. Bila seorang
siswa telah menguasai struktur dasar, maka kurang sulit baginya untuk
mempelajari bahan-bahan pelajaran laindalam bidang studi yang sama, dan ia akan
lebih mudah ingat akan bahan baru itu. Hal ini disebabkan karena ia telah
memperoleh kerangka pengetahuan yang bermakna, yang dapat digunakannya untuk
melihat hubungan-hubungan yang esensial dalam bidang studi itu, dan dengan
demikian dapat memahami hal-hal yang mendetail.
Menurut Bruner, mengerti struktur suatu
bidang studi ialah memahami bidang studi itu demikian rupa, hingga dapat
menghubungkan hal-hal lain pada struktur itu secara bermakna. Secara singkat
dapat dikatakan, bahwa mempelajari struktur adalah mempelajari bagaimana
hal-hal dihubungkan.